Kelompok sipil bersenjata di Kabupaten Puncak Jaya, Papua, menghadang dan membakar tiga unit mobil angkutan jenis strada yang sedang melintas dalam perjalanan dari Wamena ibu kota Kabupaten Jayawijaya menuju Puncak Jaya, Rabu (21/7) petang.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah (Polda) Papua, Kombes Pol Wachyono yang dihubungi ANTARA News Jayapura, Kamis, mengatakan, kejadian itu bermula saat empat mobil jenis strada yang memuat bahan bakar minyak (BBM) dan bahan makanan, jalan berkonvoi dari Wamena menuju Puncak Jaya.
Sesampainya di wilayah kampung Pagargom, tepatnya di dekat sekolah dasar yang berjarak sekitar dua kilo meter dari pos TNI Kalome atau berjarak 45 Km dari Mulia, Puncak Jaya, rombongan u ditembak dari atas perbukitan dengan rentetan peluru.
"Pelakunya diduga kelompok bersenjata pimpinan Goliath Tabuni," kata Kombes Pol Wachyono, seraya menambahkan usai menembak kelompok itu juga seperti menari-nari sambil menuruni bukit.
Akibat serangan itu, para supir dan penumpang, lari menyelamatkan diri. Salah satunya dari mereka, Lanko Nafi, terkena serpihan peluru di lengan kiri.
Tim aparat TNI dibawah pimpinan Letda Inf Deddy, dan delapan orang anggotanya, dari pos Illu langsung menuju tempat kejadian, dan mendapati tiga unit mobil sudah dibakar dan isinya juga habis dijarah.
Kombes Pol Wachyono menambahkan, dalam kejadian tersebut tidak ada korban jiwa, karena tiga orang supir dan kernet yang belum diketahui identitasnya berhasil melarikan diri dengan menggunakan satu mobil strada lainnya.
"Sementara seorang supir lainnya yakni Timotius Enumbi dan seorang penumpang Neminces Wonda, berhasil melarikan diri sampai di pos polisi Tingginambut pada saat malam harinya," jelas Kombes Pol Wachyono.
Dia juga katakan, hingga saat ini pelaku penyerangan masih dalam pengejaran aparat gabungan TNI/Polri. (KR-MBK/A011)
Tugas perguruan tinggi adalah membentuk manusia susila dan demokrat yang (Konsepsi Kemahasiswaan KM ITB) :
BalasHapus1. Memiliki keinsafan tanggung jawab atas kesejahteraan masyarakatnya
2. Cakap dan mandiri dalam memelihara dan memajukan ilmu pengetahuan
3. Cakap memangku jabatan atau pekerjaan dalam masyarakat
Mahasiswa merupakan salah satu komunitas kampus yang tergabung dengan komponen masyarakat kampus lainnya, pegawai, dosen dan karyawan yang memiliki tugas dan perannya masing-masing. Walaupun begitu, semua elemen kampus ini menyatu dalam civitas akademika perguruan tinggi, dan mengemban misi Tridharma Perguruan Tinggi, pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Kemudian mahasiswa sebagai insane akademis dituntut untuk berperan dalam dua fungsi. Pertama, mahasiswa dituntut untuk terus berupaya mengembangkan diri menjadi lapisan masyarakat masa depan yang berkualitas sebagai calon sarjana. Kedua, dengan berlandaskan nilai ilmiah dan moralitas, mahasiswa dituntut untuk aktif bergerak ikut menata kehidupan bangsanya.
Landasan Tridharma dan tugas perguruan tinggi, seharusnya sudah cukup sebagai alasan kita sebagai mahasiswa untuk bergerak dan berkontribusi untuk masyarakat. Sudah seharusnya ITB sebagai institusi terbaik bangsa turut memperhatikan keadaan sekeliling dan peduli dengan kondisi mereka. Miris rasanya jika mahasiswa mengadakan event yang menghabiskan uang puluhan juta rupiah untuk bersenang-senang sementara masih ada warga sekitar kampus ITB yang belum tahu apakah besok bisa makan.
Gelap Nyawang sebagai komunitas yang paling dekat dengan mahasiswa ITB, sudah sepantasnya mendapatkan perhatian dan kepedulian kita.
SEJARAH
BalasHapusGelap Nyawang merupakan salah satu daerah disekitar ITB yang terkenal sebagai tempat makan. Gelap Nyawang itu sendiri dulunya tidak lain hanyalah sebuah nama jalan. Bermula dari keinginan rektor Kusmayanto Kadiman untuk membentuk ITB sebagai kawasan percontohan, dengan ITB sebagai wisata iptek, Salman sebagai wisata spiritual, dan Gelap Nyawang sebagai wisata kuliner. Awalnya pedangang kaki lima banyak sekali berjualan di jalan Ganesha, sehingga menjadikan jalan Ganesha terlihat semrawut. Dikarenakan kebutuhan akan tempat parkir juga, maka kementrian Kimpraswil menyusun acara besar untuk memperindah jalan Ganesha dan membuat tempat parkir.
Rencana besar itu adalah jalan Ganesha –jalan diantara Ciung Wanara dan Taman Sari- akan jadi jalan dalam kampus ITB, dan akan ditutup di kedua sisi tersebut. Semua mobil dan kendaraan bermotor akan masuk kampus ITB dari jalan Skanda (dari jalan Gelap Nyawang). Kemudian PKL di jalan Ganesha akan dipindahkan ke jalan Gelap Nyawang dna dibuatkan kios-kios baru. Dan demi terlaksanannya ITB dan sekitarnya sebagai kawasan percontohan, maka pedagang jalan Ganesha yang dipindahkan ke Gelap Nyawang, akan diberi pembekalan-pembekalan.
Kios-kios di Gelap Nyawang sendiri terbagi menjadi dua bagian, daerah timur dan daerah barat. Daerah timur terbentang mulai dari ujung jalan Gelap Nyawang yang berdekatan dengan Bumi Medika Ganesha sampai daerah di depan Bank Muamalat, dan sisanya adalah daerah barat. PKL jalan Ganesha sendiri terdiri dari penduduk pribumi dan pendatang. Penduduk pribumi diberi kewenangan untuk memilih lebih dulu daerah mana yang akan mereka tempati untuk berjualan. Dengan pertimbangan letak yang strategis karena di persimpangan jalan Taman Sari, maka mereka memilih daerah Barat, sedangkan daerah Timur untuk pendatang.
Maka berbondong-bondonglah seluruh PKL jalan Ganesha memindahkan dagangannya ke Gelap Nyawang. Mereka pun sudah disediakan kios dengan model food court. Namun, setelah pindah ke Gelap Nyawang (kira-kira tahun 2002), penduduk pribumi yang memilih daerah Barat mulai merasa salah mengambil keputusan. Para mahasiswa yang ingin makan, yang keluar langsung dari Salman, justru langsung menyerbu warung daerah Timur, karena lebih dekat. Para pedagang Barat yang tidak ingin dagangannya rugi kembali berjualan di jalan Ganesha sementara kios mereka disewakan (beberapa). Semakin lama, mulai berdatangan pedagang baru ke jalan Ganesha, dan jalan Ganesha masih belum bersih dengan pedagang kaki lima sampai saat ini.
BalasHapusMasalah mulai timbul kira-kira lima tahun lalu, tahun 2003, ketika ada pasar yang dipindahkan di sekitar situ. Pasar itu adalah Pasar Balubur. Rencananya pasar itu hanyalah sementara, namun sampai saat ini pasar tersebut belum dipindahkan kembali. Pasar Balubur memiliki 238 ruang dagang dengan 178 pedagang aktif dan 5 pedagang tidak aktif (Dinas Pasar Kota Bandung tahun 2003). Masalahnya bukan pada pasar yang tiba-tiba hadir dan turut menjadi komunitas disana, tetapi sampah yang dihasilkan oleh pasar tersebut. Pasar Balubur –juga pasar-pasar lainnya- memiliki sampah yang menggunung setiap hari, dan sampah itu dibuang persis dibelakang kios Gelap Nyawang sebelah Barat. Berbeda dengan sampah pasar Dago yang diangkut setiap pagi, sampah pasar Balubur ini dibiarkan dulu baru kemudian setelah beberapa hari datang mobil sampah untuk mengangkut.
Hal ini tentu saja membuat konsumen agak takut untuk makan di Gelalp Nyawang daerah Barat, karena bau sampah yang menyengat, apalagi sampah tersebut adalah sampah organic berhari-hari yang lalu. Tidak cukup masalah sampah Balubur, pedagang Barat juga terganggu dengan kuda yang suka mampir di kios kosong di daerah Barat. Hal ini terjadi karena ada pedangang Barat yang menyewakan kiosnya, sehingga dibiarkan kosong dan memberikan tempat untuk si kuda . Masalah beruntun yang terjadi pada pedagang Barat, membuat hubungan antara pedagang Barat dan Timur tidka terlalu baik. Ditambah lagi para pedangang Timur semakin memiliki banyak pelanggan sedangkan pelanggan Barat terus berkurang. Masalah ini masih berlanjut sampai sekarang.