Sabtu, 07 Agustus 2010

GELAP NYAWANG IDEAL

Gelap Nyawang merupakan salah satu daerah disekitar ITB yang terkenal sebagai tempat makan. Gelap Nyawang itu sendiri dulunya tidak lain hanyalah sebuah nama jalan. Bermula dari keinginan rektor Kusmayanto Kadiman untuk membentuk ITB sebagai kawasan percontohan, dengan ITB sebagai wisata iptek, Salman sebagai wisata spiritual, dan Gelap Nyawang sebagai wisata kuliner. Awalnya pedangang kaki lima banyak sekali berjualan di jalan Ganesha, sehingga menjadikan jalan Ganesha terlihat semrawut. Dikarenakan kebutuhan akan tempat parkir juga, maka kementrian Kimpraswil menyusun acara besar untuk memperindah jalan Ganesha dan membuat tempat parkir.
Rencana besar itu adalah jalan Ganesha –jalan diantara Ciung Wanara dan Taman Sari- akan jadi jalan dalam kampus ITB, dan akan ditutup di kedua sisi tersebut. Semua mobil dan kendaraan bermotor akan masuk kampus ITB dari jalan Skanda (dari jalan Gelap Nyawang). Kemudian PKL di jalan Ganesha akan dipindahkan ke jalan Gelap Nyawang dna dibuatkan kios-kios baru. Dan demi terlaksanannya ITB dan sekitarnya sebagai kawasan percontohan, maka pedagang jalan Ganesha yang dipindahkan ke Gelap Nyawang, akan diberi pembekalan-pembekalan.
Kios-kios di Gelap Nyawang sendiri terbagi menjadi dua bagian, daerah timur dan daerah barat. Daerah timur terbentang mulai dari ujung jalan Gelap Nyawang yang berdekatan dengan Bumi Medika Ganesha sampai daerah di depan Bank Muamalat, dan sisanya adalah daerah barat. PKL jalan Ganesha sendiri terdiri dari penduduk pribumi dan pendatang. Penduduk pribumi diberi kewenangan untuk memilih lebih dulu daerah mana yang akan mereka tempati untuk berjualan. Dengan pertimbangan letak yang strategis karena di persimpangan jalan Taman Sari, maka mereka memilih daerah Barat, sedangkan daerah Timur untuk pendatang.
Maka berbondong-bondonglah seluruh PKL jalan Ganesha memindahkan dagangannya ke Gelap Nyawang. Mereka pun sudah disediakan kios dengan model food court. Namun, setelah pindah ke Gelap Nyawang (kira-kira tahun 2002), penduduk pribumi yang memilih daerah Barat mulai merasa salah mengambil keputusan. Para mahasiswa yang ingin makan, yang keluar langsung dari Salman, justru langsung menyerbu warung daerah Timur, karena lebih dekat. Para pedagang Barat yang tidak ingin dagangannya rugi kembali berjualan di jalan Ganesha sementara kios mereka disewakan (beberapa). Semakin lama, mulai berdatangan pedagang baru ke jalan Ganesha, dan jalan Ganesha masih belum bersih dengan pedagang kaki lima sampai saat ini.
Masalah mulai timbul kira-kira lima tahun lalu, tahun 2003, ketika ada pasar yang dipindahkan di sekitar situ. Pasar itu adalah Pasar Balubur. Rencananya pasar itu hanyalah sementara, namun sampai saat ini pasar tersebut belum dipindahkan kembali. Pasar Balubur memiliki 238 ruang dagang dengan 178 pedagang aktif dan 5 pedagang tidak aktif (Dinas Pasar Kota Bandung tahun 2003). Masalahnya bukan pada pasar yang tiba-tiba hadir dan turut menjadi komunitas disana, tetapi sampah yang dihasilkan oleh pasar tersebut. Pasar Balubur –juga pasar-pasar lainnya- memiliki sampah yang menggunung setiap hari, dan sampah itu dibuang persis dibelakang kios Gelap Nyawang sebelah Barat. Berbeda dengan sampah pasar Dago yang diangkut setiap pagi, sampah pasar Balubur ini dibiarkan dulu baru kemudian setelah beberapa hari datang mobil sampah untuk mengangkut.
Hal ini tentu saja membuat konsumen agak takut untuk makan di Gelalp Nyawang daerah Barat, karena bau sampah yang menyengat, apalagi sampah tersebut adalah sampah organic berhari-hari yang lalu. Tidak cukup masalah sampah Balubur, pedagang Barat juga terganggu dengan kuda yang suka mampir di kios kosong di daerah Barat. Hal ini terjadi karena ada pedangang Barat yang menyewakan kiosnya, sehingga dibiarkan kosong dan memberikan tempat untuk si kuda . Masalah beruntun yang terjadi pada pedagang Barat, membuat hubungan antara pedagang Barat dan Timur tidka terlalu baik. Ditambah lagi para pedangang Timur semakin memiliki banyak pelanggan sedangkan pelanggan Barat terus berkurang. Masalah ini masih berlanjut sampai sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar