Natal kepada rakyat Papua. Kedua, komitmen politik anggaran, SBY memperbesar alokasi anggaran pembangunan dari tahun 2004 sampai 2008 sekitar 28 trilyun kepada Propinsi Papua dan Papua Barat. Ketiga, tatkala rakyat Papua mendesak mengembalikan Otsus Papua dan mengkritik Otsus tidak efektif. Presiden SBY mengeluarkan kebijakan khusus tentang Percepatan Pembangunan Propinsi Papua dan Papua Barat (new deal for Papua), Inpres No. 5 tahun 2007 dengan prioritas pada lima deal, yakni :
* (1), peningkatan ketahanan pangan,
* (2), pengentasan kemiskinan,
* (3), peningkatan penyelenggaraan pendidikan yang merata,
* (4), peningkatan pelayanan kesehatan,
* (5), peningkatan pembanguanan infrastructur dasar di wilayah-wilayah terpencil dan perbatasan.
Serta perlakuan khusus terhadap pengembangan SDM Papua (affirmatif action). Yakni pemberian peluang kepada rakyat Papua agar mendapatkan pendididikan secara luas dan berkarir dibirokrasi maupaun TNI dan POLRI. Kemudian tokoh-tokoh Papua diakomodasi didalam Kabinet, seperti Fredy Numberi (Menteri Kelautan RI). Mengangkat Duta Besar, seperti Michael Manufandu. Maka harapan kita tetap kepada SBY agar dapat melanjutkan politik akomodisi bagi orang Papua, dan melanjutkan new deal for papua.
Namun konflik dan anasir-anasir separaitisme belakangan ini tetap saja terjadi. Terutama hal itu terjadi sepanjang pelaksaan Pemilu legislatif dan Pemilu Presiden tahun 2009. Terlepas apakah pelaku terror dilakukan oleh rakyat Papua atau kelompok kriminal bersenjata dari pihak lain yang bermain disana. Namun kenyataannya bahwa program affirmatif action selama akhir pemerintahan SBY terutama menjelang Pemilu tahun 2009, Papua tetap bergejolak dengan tensi dan eskalasinya cukup tinggi. Maka dalam rangka usaha normalisasi keadaan dari konflik berketerusan serta mengeliminir potensi-potensi konflik dan issu-issu separatisme gerakan TPN/OPM di wilayah Papua dan Papua Barat. Maka pemerintahan SBY-BUDIONO yang terpilih secara jujur, adil, dan demokratis perlu mengambil langkah-langkah penting dalam penysusunan Kabinet 2009-2014 kedepan ini. Terutama hal ini terkait dengan usaha integrasi Papua kedalam NKRI secara menyeluruh adalah suatu upaya senantiasa. Untuk itu langkah-langkah kedepan yang harus dilakukan kabinet pemerintahan SBY-BUDIONO adalah mengakomodasi beberapa permasalahan mendasar yang nyata ada dalam era Otonomi Khusus Papua tapi tetap bergejolak dengan langkah-langkah sebagai berilkut :
1. Perlu adanya sebuah lembaga Kementerian Khusus Urusan Papua dan Papua Barat। Tujuannya adalah guna membantu pemerintah daerah Propinsi Papua dan Papua Barat sehingga membantu proses percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat dalam kerangka NKRI. Meningingat dana-dana Otsus yang cukup besar dikucurkan pemerintah Pusat selama Otsus Papua berjalan belum mencapai sasaran sampai ketingkat masyarakat bawah. Sehingga dengan adanya Lembaga Kementerian Urusan Khusus Papua dan Papua Barat dapat mengontrol, mengawasi dan membantu baik pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dalam mengarahkan dan kebijakan Otonomi Khusus benar-benar mencapai sasaran diseluruh kalangan pelosok Papua dan Papua Barat. Mengingat pemberian Otonomi Khusus sebelum ini tanpa persiapan dan mempersiapkan orang-orang Papua melaksanakan Otsus. Pada akhirnya banyak kalangan menilai bahwa Otsus telah gagal.
1. atau Membentuk Badan khusus urusan Papua dan Papua Barat dibawah pengawasan presiden langsung yang tujuannya sama yakni membantu dan mengawasi agar proses pelaksanaan Otsus sesuai target dan mencapai hasil sesuai UU Otsus Papua dan Papua Barat.
2. Mengangkat putra-putri terbaik Papua sebagai Duta Besar terutama di wilayah Fasifik yang sementara ini lebih dikuasai dan didominasi kelompok Pro Merdeka.
3. Mendorong Pemerintah daerah serta lebih banyak melibatkan kelompok masyakat diluar pemerintahan terutama LSM-LSM yang selama ini bersuar sumbang agar masuk dalam sturktur lembaga yang akan dibentuk oleh presiden yakni Kementerian Khusus Urusan Papua dan Papua Barat, Sebab selama ini komponent masyarakat mantan aktivis pro Merdeka banyak berdomisili di Ibukota negara dapat terakomodasi dibawah lembaga ini.
4. Melaksanakan Otonomi secara konsisten dengan terus memperhatikan proses penegakan hukum atas pelanggaran HAM di Papua.
5. Untuk itu UU Otsus BAB XII tentang Pasal 46 tentang perlunya pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi segera dilaksanakan bersama Majelis Rakyat Papua MRP, guna merehabilitasi korban-korban pelanggaran HAM selama ini.
6. Mendorong MRP agar segera membuat aturan-aturan teknis pelaksnaan Otsus maka Peraturana Asli Propinsi (PERDASI) dan Peraturan Asli Khusus Daerah (PERDASUS) Papua segera dibuat penyusunan aturannya.
7. Menarik seluruh aparat kemanan TNI/POLRI dari seluruh wilayah Papua Papua dan Papua Barat, agar impian Papua Zona Damai benar-benar terwujud sebagaimana hal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar