Selasa, 31 Agustus 2010

Gubernur juga mengatakan, di balik sukacita itu, sudah ada masa depan baru untuk rakyat di wilayah Pegunungan Tengah, yaitu masa depan baru khususnya kepada 5 kabupaten dan 5 penjabat bupatinya mengingat ketika Irian Barat kembali kepangkuan RI sejak 62 tahun lalu pengembangan pemerintahan dan pemekaran pemerintahan dimulai dari 2 kabupaten ini, kemudian menjadi 3 kabupaten setelah itu menjadi 6 kabupaten dan pada saat ini sudah menjadi 12 kabupaten.
“Dengan diresmikannya 5 kabupaten dan dilantiknya 5 penjabat bupatinya, maka sudah ada masa depan baru bagi rakyat di Pegunungan Tengah,”imbuhnya sambil memberikan tepuk tangan.
Diungkapkan gubernur, kondisi geografi dan kekayaan alam yang tergandung di wilayah Papua, kondisi demokrasi, sosial budaya, ketersedian infrastruktur yang terbatas, latar belakang sejarah yang dialaminya telah menunjuk karakter manusia masyarakat dan budaya yang unik serta kaya di kawasan Pegunungan Tengah.
Alam yang keras telah membentuk budaya pekerja keras, budaya kompetisi sekalipun membentuk suku-suku bangsa yang mendiami wilayah Pegunungan Tengah sejak ribuan tahun yang lalu dengan budaya yang sangat unik.
Dikatakan, alam Pegunungan Tengah juga memiliki potensi kekayaan alam yang sangat luar biasa bagaikan raksasa yang tidur (kekayaan alam yang belum dikelola dan hijau). Beberapa diantara komoditas unggulan adalah kopi Arabika adalah kopi yang kualitasnya terbaik di dunia, buah merah yang setelah diteliti ternyata bisa menyembuhkan penyakit HIV/AIDS di seluruh dunia, madu yang kualitasnya juga terbaik di dunia, jeruk, markisa, nenas, wortel dan kol yang mutunya terbaik. “Semua potensi yang dimiliki wilayah Papua khususnya pegunungan tengah ternyata menyimpan suatu kekayaan alam yang perlu dikelola secara baik sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya,” tuturnya.
Disamping itu, gubernur juga menegaskan bahwa potensi wisata alam yang luar biasa dan lebih dari ini semua di bawah tanahnya pegunungan mengandung kekayaan seperti pertambangan emas, tembaga, perak, uranium dan sebagainya yang bisa menghasilkan sekitar Rp 900 trilliun, namun demikian rakyat di pegunungan ini secara relatif masih tertinggal dan masih hidup dalam komuniti keterbatasan dan hidup dalam kondisi seperti itu di atas kekayaannya sendiri, diatas kekayaan alam dan diatas kekayaan budaya yang mereka miliki.
Oleh karena itu, bisa dilihat juga kondisi kesehatan, pendidikan, gizi untuk ibu dan bayi, anak balita dan anak sekolah, infrastruktur yang sangat terbatas semua ini harus menjadi agenda utama yang dilaksanakan para Bupati di Pegunungan Tengah yang didukung oleh pemerintah provinsi Papua. Untuk itu, perlu beberapa strategi untuk menerobos kondisi adalah strategi yang penting untuk menghadapi tantangan yang tidak ringan di wiayah pegunungan, kemudian strategi membangun masyarakat yang dimulai dari kampung-kampung ke kota. Setelah itu strategi untuk membenahi dan memperkuat semua aparatur pemerintahan pada semua jenjang dan tingkatannya terutama pada tingkat distrik dan kampung.
“Di tengah-tengah perkembangan pemerintahan dan pembangunan seperti itulah pemekaran pemerintahan di kawasan Pegunungan Tengah ini dengan hadirnya 5 kabupaten baru yang akan menambah kelancaran tugas-tugas pemerintahan pembangunan dan pelayanan masyarakat yang semakin efisien, infrotektif dan semakin dekat menyentuh rakyatnya yang hidup di kelompok-kelompok,” ujarnya.
Tambahnya, “hadirnya 5 kabupaten yang baru ini kita harapkan semoga rakyat di kabupaten ini mendapatkan pelayanan yang lebih baik untuk bisa menikmati masa depan yang lebih adil dan sejahtera,”katanya.
Untuk itu dan sesuai dengan tugas pokok yaitu membentuk struktur dan tata pemerintahan, menyelenggarakan pemerintahan sebagai kabupaten baru untuk meletakkan dasar bagi kabupaten baru, membentuk DPRD dan menyiapkan fasilitas untuk pemilihan bupati definitif.
Sekedar diketahui, Mendagri Mardiyanto setelah melantik dan mengambil sumpah penjabat bupati, maka dilanjutkan dengan menekan tombol peta batas wilayah 5 kabupaten. Setelah itu dilanjutkan penjelasan dari Bupati Jayawijaya, Washinton Turnip, SH, MM dan bupati Puncak Jaya Lukas Enembe, SIP tentang batas-batas wilayah kelima kabupaten tsb.
Bupati Jayawijaya, Washinton Turnip, SH, MM, menjelaskan, Kabupaten Mamberamo Tengah terdiri dari 5 distrik dengan luas 1.275 km2 dengan ibukotanya di Kobakma memiliki jumlah penduduk sekitar 54.735 orang jiwa, sedangkan Kabupaten Yalimo terdiri dari 5 distrik dengan luas 1.253 km2 ibukota di Elelim dan jumlah penduduk sekitar 34.057 orang jiwa. Kabupaten Lany Jaya terdiri dari 10 distrik dengan luas 2.168 km2 ibukota di Tiom dengan jumlah penduduk sekitar 89.332 orang jiwa dan Kabupaten Nduga terdiri dari 8 distrik dengan luas 1.253 km2 ibukota di Kenyam memiliki jumlah penduduk sekitar 73.696 jiwa.
Sedangkan Bupati Kabupaten Puncak Jaya, Lukas Enembe, SIP menjelaskan, untuk Kabupaten Puncak pemekaran dari kabupaten Puncak Jaya terdiri dari 8 distrik yang mempunyai luas 8.055 km2 ibukota di Illaga dengan jumlah penduduk sekitar 60.294 orang jiwa. “Dari 16 distrik yang ada di wilayah Kabupaten Puncak Jaya maka dengan adanya pemekaran, maka sudah tinggal 8 distrik lagi,”tegas Enembe sambil memegang pengeras suara didampingi Wakil Ketua I DPRD Puncak Jaya, Elvis Tabuni. (nal/jk)




OMONG KOSONG, KLO DI KATAKAN ADA HARAPAN BAGI PEGUNUNGAN TENGAH PAPUA MELALUI PEMEKARAN.

                 "mahasiswa pegunungan tengah sejawa - bali prihatin"

kekuatan pergerakan Papua Merdeka memang terletak di Pegunungan Tengah Papua. kita harus melihat fenomena yang ada dalam pergerakan. jadi saya tidak banyak mengutarakan hal ini tapi saya hanya mau katakan bahwa:
  • pemekaran tersebut di berikan untuk merekdahkan dan melemahkan rasa ingin merdeka ibarat ketika bayi menangis supaya meredahkan teriakan menangis, ibunya dapat memetik bunga lalu memberikan nya agar tidak menangis untuk sementara;
  • dengan tujuan menciptakan konflik antara orang Papua dengan orang Papua sendiri
  • menciptakan lapangan kerja yang seluas2nya bagi orang2 yang menganggur di jawa, makasar, dll untuk dapat mencari kerja di Papua lslu menguasai Tanah dan segala kekayaan dan bertindak sewenang2;
  • melemahkan kekuatan kami orang Papua sendir;
  • memberikan serta membuka jalan untuk TNI/POLRI untuk gampang operasi manusia2 Papua dan membunuh manusia Papua
hal tersebut di atas merupakan sala satu strategis pemusnahan entnis melanesia dan ada inisiatif penguasaan hak milik orang aslim Papua. sehingga jangan perna kita orang Papua berfikir tentang hal ini ada Masa Depan Baru Bagi Rakyat Pegunungan Tengah.
sebenarnya bukan saatnya, namaun pertanyaan yang perlu kita jawab bersama

seberapa sih SDM Papua??????? ????????? ????????? ????????? ????????? ????????? ??
trims. GBU ALL




Dari Peremian 5 Kabupaten Baru
WAMENA- Sebagaimana dijawadkan sebelumnya, akhirnya Menteri Dalam Negeri Mendagri H. Mardiyanto atas nama Presiden RI H. Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan 5 kabupaten baru sekaligus melantik 5 penjabat bupatinya.
Kelima kabupaten baru itu, masing-masing Kabupaten Mamberamo Tengah, Kabupaten Lany Jaya, Kabupaten Nduga, Kabupaten Yalimo dan Kabupaten Puncak. Sedangkan lima penjabat bupatinya, David Pagawak, S. Sos, Ir. (sebelumnya kepala dinas kebersihan dan pertamanan Kabupaten Jayawijaya), Pribadi Sukartono, MM, (sebelumnya Kaban Diklat Kabupaten Jayawijaya), Drs. Hans Dorteus Maniagasi (sebelumnya Kepala Bawasda Kabupaten Jayawijaya), Elia Ibrahim Loupaty (sebelumnya Kepala Bawasda Provinsi Papua) dan Simon Alom, S. Sos( sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan dan Olah Raga kabupaten Puncak Jaya).
Prosesi peresmian dan pelantikan lima penjabat bupati kabupaten pemekaran ini berlangsung di lapangan Sinapuk Wamena Sabtu (21/6), terletak sekitar 800 meter dari pusat Kota Wamena.
Tampak hadir dalam peresmian dan pelantikan itu, Ditjen Otda, Sonjuan Situmorang, Tim Advance, Gubernur Provinsi Papua, Barnabas Suebu, SH, Ketua MRP, Agus Alua, Wakil ketua I DPRP Paskalis Kosay, Pangdam XVII Cenderawasih, Mayjen TNI Haryadi Soetanto, Kapolda Papua Irjen Pol Drs. Bagus Ekodanto serta Danlantamal X Papua Maluku, Brigjen Giyarto dan sejumlah pejabat lainnya.
Dalam kesempatan itu, Mendagri mengakui, secara nyata memang kebutuhan pemekara-pemekaran kabupaten sangat dibutuhkan oleh masyarakat di Papua, sehingga melalui proses yang telah dilewati pada saat pembentukan pihaknya sudah merasakan sudah benar dan tepat sesuai dambaan masyarakat, kemudian bisa bermanfaat dan berguna untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kesejahteraan.
“Pemekaran merupakan jalan terbaik bagi masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat oleh karena itu pemekaran ini adalah dambaan masyarakat di Papua,”ungkapkan kepada wartawan usai meresmikan dan sekaligus melantik penjabat bupati.
Mendagri menghimbau kepada penjabat bupati yang telah dilantik supaya secepatnya mempersiapkan organisasi dan mekanisme pemerintahan daerah, menyelenggarakan pemerintahan dan memfasilitasi pemilihan Bupati dan Wakil Bupati yang definitive. Untuk itu, langkah-langkah yang perlu ditempuh oleh penjabat bupati dalam masa jabatan yang singkat ini adalah segera berkoordinasi dengan Bupati Kabupaten Induknya dan juga meminta petunjuk dari gubernur untuk membentuk struktur oraganisasi dilanjutkan dengan pengisian personelnya.
Disamping itu, lanjut Mendagri, penjabat bupati juga harus memfasilitasi pembentukan DPRD kemudian memfasilitasi terlaksananya Pilkada yang aman, lancar dan tertib, serta apabila ada masalah-masalah tentang batas-batas wilayah di kampung, batas sosial kemasyarakatan dan batas administrasi, maka bisa berkoordinasi juga dengan gubernur sehingga bisa diselesaikan dengan baik.
“Saya berharap kepada penjabat bupati yang telah dilantik supaya menjalankan tugas dan berkewajiban menjalankan program-program pemerintahan sesuai aspirasi rakyat,”tuturnya.
Dalam kesempatan itu juga, Gubernur Provinsi Papua, Barnabas Suebu, SH mengucapkan selamat kepada para kabupaten yang baru di wilayah Pegunungan Tengah dan penjabat bupati yang baru dilantik karena hal ini merupakan hari yang bersejarah dengan kehadiran 5 kabupaten adalah karunia dari Tuhan dan anugerah dari pemerintah RI.




WAMENA- Sebagaimana dijawadkan sebelumnya, akhirnya Menteri Dalam Negeri Mendagri H. Mardiyanto atas nama Presiden RI H. Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan 5 kabupaten baru sekaligus melantik 5 penjabat bupatinya.
Kelima kabupaten baru itu, masing-masing Kabupaten Mamberamo Tengah, Kabupaten Lany Jaya, Kabupaten Nduga, Kabupaten Yalimo dan Kabupaten Puncak. Sedangkan lima penjabat bupatinya, David Pagawak, S. Sos, Ir. (sebelumnya kepala dinas kebersihan dan pertamanan Kabupaten Jayawijaya), Pribadi Sukartono, MM, (sebelumnya Kaban Diklat Kabupaten Jayawijaya), Drs. Hans Dorteus Maniagasi (sebelumnya Kepala Bawasda Kabupaten Jayawijaya), Elia Ibrahim Loupaty (sebelumnya Kepala Bawasda Provinsi Papua) dan Simon Alom, S. Sos( sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan dan Olah Raga kabupaten Puncak Jaya).
Prosesi peresmian dan pelantikan lima penjabat bupati kabupaten pemekaran ini berlangsung di lapangan Sinapuk Wamena Sabtu (21/6), terletak sekitar 800 meter dari pusat Kota Wamena.
Tampak hadir dalam peresmian dan pelantikan itu, Ditjen Otda, Sonjuan Situmorang, Tim Advance, Gubernur Provinsi Papua, Barnabas Suebu, SH, Ketua MRP, Agus Alua, Wakil ketua I DPRP Paskalis Kosay, Pangdam XVII Cenderawasih, Mayjen TNI Haryadi Soetanto, Kapolda Papua Irjen Pol Drs. Bagus Ekodanto serta Danlantamal X Papua Maluku, Brigjen Giyarto dan sejumlah pejabat lainnya.
Dalam kesempatan itu, Mendagri mengakui, secara nyata memang kebutuhan pemekara-pemekaran kabupaten sangat dibutuhkan oleh masyarakat di Papua, sehingga melalui proses yang telah dilewati pada saat pembentukan pihaknya sudah merasakan sudah benar dan tepat sesuai dambaan masyarakat, kemudian bisa bermanfaat dan berguna untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kesejahteraan.
“Pemekaran merupakan jalan terbaik bagi masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat oleh karena itu pemekaran ini adalah dambaan masyarakat di Papua,”ungkapkan kepada wartawan usai meresmikan dan sekaligus melantik penjabat bupati.
Mendagri menghimbau kepada penjabat bupati yang telah dilantik supaya secepatnya mempersiapkan organisasi dan mekanisme pemerintahan daerah, menyelenggarakan pemerintahan dan memfasilitasi pemilihan Bupati dan Wakil Bupati yang definitive. Untuk itu, langkah-langkah yang perlu ditempuh oleh penjabat bupati dalam masa jabatan yang singkat ini adalah segera berkoordinasi dengan Bupati Kabupaten Induknya dan juga meminta petunjuk dari gubernur untuk membentuk struktur oraganisasi dilanjutkan dengan pengisian personelnya.
Disamping itu, lanjut Mendagri, penjabat bupati juga harus memfasilitasi pembentukan DPRD kemudian memfasilitasi terlaksananya Pilkada yang aman, lancar dan tertib, serta apabila ada masalah-masalah tentang batas-batas wilayah di kampung, batas sosial kemasyarakatan dan batas administrasi, maka bisa berkoordinasi juga dengan gubernur sehingga bisa diselesaikan dengan baik.
“Saya berharap kepada penjabat bupati yang telah dilantik supaya menjalankan tugas dan berkewajiban menjalankan program-program pemerintahan sesuai aspirasi rakyat,”tuturnya.
Dalam kesempatan itu juga, Gubernur Provinsi Papua, Barnabas Suebu, SH mengucapkan selamat kepada para kabupaten yang baru di wilayah Pegunungan Tengah dan penjabat bupati yang baru dilantik karena hal ini merupakan hari yang bersejarah dengan kehadiran 5 kabupaten adalah karunia dari Tuhan dan anugerah dari pemerintah RI.
Gubernur juga mengatakan, di balik sukacita itu, sudah ada masa depan baru untuk rakyat di wilayah Pegunungan Tengah, yaitu masa depan baru khususnya kepada 5 kabupaten dan 5 penjabat bupatinya mengingat ketika Irian Barat kembali kepangkuan RI sejak 62 tahun lalu pengembangan pemerintahan dan pemekaran pemerintahan dimulai dari 2 kabupaten ini, kemudian menjadi 3 kabupaten setelah itu menjadi 6 kabupaten dan pada saat ini sudah menjadi 12 kabupaten.
“Dengan diresmikannya 5 kabupaten dan dilantiknya 5 penjabat bupatinya, maka sudah ada masa depan baru bagi rakyat di Pegunungan Tengah,”imbuhnya sambil memberikan tepuk tangan.
Diungkapkan gubernur, kondisi geografi dan kekayaan alam yang tergandung di wilayah Papua, kondisi demokrasi, sosial budaya, ketersedian infrastruktur yang terbatas, latar belakang sejarah yang dialaminya telah menunjuk karakter manusia masyarakat dan budaya yang unik serta kaya di kawasan Pegunungan Tengah.
Alam yang keras telah membentuk budaya pekerja keras, budaya kompetisi sekalipun membentuk suku-suku bangsa yang mendiami wilayah Pegunungan Tengah sejak ribuan tahun yang lalu dengan budaya yang sangat unik.
Dikatakan, alam Pegunungan Tengah juga memiliki potensi kekayaan alam yang sangat luar biasa bagaikan raksasa yang tidur (kekayaan alam yang belum dikelola dan hijau). Beberapa diantara komoditas unggulan adalah kopi Arabika adalah kopi yang kualitasnya terbaik di dunia, buah merah yang setelah diteliti ternyata bisa menyembuhkan penyakit HIV/AIDS di seluruh dunia, madu yang kualitasnya juga terbaik di dunia, jeruk, markisa, nenas, wortel dan kol yang mutunya terbaik. “Semua potensi yang dimiliki wilayah Papua khususnya pegunungan tengah ternyata menyimpan suatu kekayaan alam yang perlu dikelola secara baik sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya,”tuturnya.
Disamping itu, gubernur juga menegaskan bahwa potensi wisata alam yang luar biasa dan lebih dari ini semua di bawah tanahnya pegunungan mengandung kekayaan seperti pertambangan emas, tembaga, perak, uranium dan sebagainya yang bisa menghasilkan sekitar Rp 900 trilliun, namun demikian rakyat di pegunungan ini secara relatif masih tertinggal dan masih hidup dalam komuniti keterbatasan dan hidup dalam kondisi seperti itu di atas kekayaannya sendiri, diatas kekayaan alam dan diatas kekayaan budaya yang mereka miliki.
Oleh karena itu, bisa dilihat juga kondisi kesehatan, pendidikan, gizi untuk ibu dan bayi, anak balita dan anak sekolah, infrastruktur yang sangat terbatas semua ini harus menjadi agenda utama yang dilaksanakan para Bupati di Pegunungan Tengah yang didukung oleh pemerintah provinsi Papua. Untuk itu, perlu beberapa strategi untuk menerobos kondisi adalah strategi yang penting untuk menghadapi tantangan yang tidak ringan di wiayah pegunungan, kemudian strategi membangun masyarakat yang dimulai dari kampung-kampung ke kota. Setelah itu strategi untuk membenahi dan memperkuat semua aparatur pemerintahan pada semua jenjang dan tingkatannya terutama pada tingkat distrik dan kampung.
“Di tengah-tengah perkembangan pemerintahan dan pembangunan seperti itulah pemekaran pemerintahan di kawasan Pegunungan Tengah ini dengan hadirnya 5 kabupaten baru yang akan menambah kelancaran tugas-tugas pemerintahan pembangunan dan pelayanan masyarakat yang semakin efisien, infrotektif dan semakin dekat menyentuh rakyatnya yang hidup di kelompok-kelompok,”ujarnya.
Tambahnya, “hadirnya 5 kabupaten yang baru ini kita harapkan semoga rakyat di kabupaten ini mendapatkan pelayanan yang lebih baik untuk bisa menikmati masa depan yang lebih adil dan sejahtera,”katanya.
Untuk itu dan sesuai dengan tugas pokok yaitu membentuk struktur dan tata pemerintahan, menyelenggarakan pemerintahan sebagai kabupaten baru untuk meletakkan dasar bagi kabupaten baru, membentuk DPRD dan menyiapkan fasilitas untuk pemilihan bupati definitif.
Sekedar diketahui, Mendagri Mardiyanto setelah melantik dan mengambil sumpah penjabat bupati, maka dilanjutkan dengan menekan tombol peta batas wilayah 5 kabupaten. Setelah itu dilanjutkan penjelasan dari Bupati Jayawijaya, Washinton Turnip, SH, MM dan bupati Puncak Jaya Lukas Enembe, SIP tentang batas-batas wilayah kelima kabupaten tsb.
Bupati Jayawijaya, Washinton Turnip, SH, MM, menjelaskan, Kabupaten Mamberamo Tengah terdiri dari 5 distrik dengan luas 1.275 km2 dengan ibukotanya di Kobakma memiliki jumlah penduduk sekitar 54.735 orang jiwa, sedangkan Kabupaten Yalimo terdiri dari 5 distrik dengan luas 1.253 km2 ibukota di Elelim dan jumlah penduduk sekitar 34.057 orang jiwa. Kabupaten Lany Jaya terdiri dari 10 distrik dengan luas 2.168 km2 ibukota di Tiom dengan jumlah penduduk sekitar 89.332 orang jiwa dan Kabupaten Nduga terdiri dari 8 distrik dengan luas 1.253 km2 ibukota di Kenyam memiliki jumlah penduduk sekitar 73.696 jiwa.
Sedangkan Bupati Kabupaten Puncak Jaya, Lukas Enembe, SIP menjelaskan, untuk Kabupaten Puncak pemekaran dari kabupaten Puncak Jaya terdiri dari 8 distrik yang mempunyai luas 8.055 km2 ibukota di Illaga dengan jumlah penduduk sekitar 60.294 orang jiwa. “Dari 16 distrik yang ada di wilayah Kabupaten Puncak Jaya maka dengan adanya pemekaran, maka sudah tinggal 8 distrik lagi,”tegas Enembe sambil memegang pengeras suara didampingi Wakil Ketua I DPRD Puncak Jaya, Elvis Tabuni. (nal/jk)

Pernyataan Sikap








Hingga saat ini belum terdata secara pasti berapa jumlah korban jiwa dan material yang berjatuhan karena begitu ketatnya kontrol akses informasi yang dilakukan oleh alat reaksioner negara (TNI/Polri). Dan pengungsian ratusan hingga ribuan massa rakyat Papua dari Distrik Tinginambut tersebut sejak kemarin 07 Juni 2010 telah masuk di Wilayah Kabupaten Jayawijaya – Wamena dan diiperkirakan pengungsian lain akan menyusul. Selain itu pengungsian dari Distrik Tinginambut tersebut juga telah masuk dibeberapa daerah seperti ; Ilaga, Sinak, Kuyawagi, Ilu dan beberapa Kabupaten di Pegunungan Papua. Selain itu tenda-tenda pengungsian yang telah memasuki Kecamatan Wunineri Kabupaten Tolikara dilarang didirikan tanpa alas an yang jelas oleh Militer. Alat reaksioner negara dari gabungan kesatuan TNI AD, TNI AU, TNI AL dan Polri (Brimob) telah menguasai hampir seluruh pelosok dan kota Kabupaten Puncak Jaya, bahkan kendali pemerintahan sepenuhnya dikuasi oleh alat reaksioner negara (TNI/Polri). Hingga saat ini tindakan pembakaran terhadap rumah-rumah warga massa Rakyat, Gereja, penembakan ternak, penelanjangan terhadap perempuan dan intimidasi terhadap massa rakyat Papua terus berlanjut.

Dengan banyaknya korban jiwa dan material yang terus berjatuhan dan tindakan kekerasan yang terus dilakuakan alat reaksioner negara (TNI/Polri) terhadap warga sipil tidak berdosa hingga hari ini di Puncak Jaya, Papua, maka kami dari Solidaritas Untuk Papua (SUP) menuntut dan mendesak rezim fasis SBY-Budiono untuk segerah :

1. Cabut status Daerah Operasi Militer (DOM) dan Kebijakan Bumi Hangus dari Tingginambut, Puncak Jaya-Papua !!!
2. Copot dan Adili: Gubernur papua, Kodam papua, Polda Papua dan Bupati Puncak Jaya sebagai biang Kerok pelanggar Ham di Papua
3. Wujudkan Demokrasi Sepenuh-penuhnya di Papua
4. Tangkap dan Adili Para Pelanggar HAM di Papua
5. Bubarkan Milisi Sipil Reaksioner (Barisan Merah Putih, Papindo, FPI, dll)
6. Tarik Militer Organik dan Non-Organik dari Papu, serta Bubarkan Komando Teretorial (Kodam, Kodim, Koramil dan Babinsa)
7. Rebut Industri tambang Asing di bawah Kontrol Rakyat
8. Bangun Persatuan Gerakan Rakyat secara Nasional

Demikian statement solidaritas ini kami buat, jika tuntutan kami tidak segerah di penuhi oleh rezim hari ini, maka kami akan mengalang solidaritas yang seluas-luasnya untuk mendesak pencabutan status Dearah Operasi Militer (DOM) atau ‘Kebijakan Bumi Hangus” di Distrik Tingginambut, Puncak Jaya – Papua.

SOLIDARITAS UNTUK PAPUA (SUP)

( IPMA-PAPUA, AMP, GANJA, FMN, LBH,
PMKRI, PEMBEBASAN, KPRM-PRD, PEREMPUAN MAHARDHIKA, GP3PB, SMI, PPRM, PPI, GMKI, GMNI, ARMP)

DOM DIBERLAKUKAN DI PUNCAK JAYA PAPUA: SBY – BOEDIONO GAGAL DAN GULINGKAN. WUJUDKAN DEMOKRASI DI PAPUA DENGAN PERSATUAN UNTUK PEMBEBASAN NASIONAL !!!

Rezim Fasis Boneka Susilo Bambang Yudhoyono antek Imperialis Amerika pada awal masa jabatannya pada perode pertama pernah menyampaikan akan menyelesaikan masalah Papua secara “mendasar, menyeluruh, dan bermartabat. Niat SBY itu, terasa kian menjauh setelah periode ke-dua SBY menjabat sebagai orang nomor 1 di Indonesia. Jika kita menyimak apa yang kini terjadi di Papua, khususnya mengenai pemberlakuan Status Dearah Operasi Militer (DOM) atau Kebijakan Bumi Hangus di Distrik Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya – Papua, yang dibuat melalui kesepakatan antara Pemerintah Daerah Tingkat II Puncak Jaya, Pangdam XVII Trikora dan Polda Papua pada bulan Mei 2010. Dalam kesepakatan antara Pemda Puncak Jaya, Pangdan XVII Trikora dan Polda Papua meminta agar semua warga massa rakyat setempat dan pemimpin gereja, termasuk perempuan, pemuda, anak-anak, pemimpin tradisional dan kepala desa segerah keluar dari wilayah Distrik Tingginambut paling lambat antara 27 – 28 Juni 2010. Hal ini membuktikan semakin fasis-nya rezim dan menunjukan watak klas penguasa hari ini yang anti-Rakyat dan selalu bersembunyi dibalik slogan Demokrasi dan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM).

Tanggal terakhir bagi pengosongan wilayah Distrik Tingginambut adalah 28 Juni 2010, karena setelah tanggal tersebut Kabupaten Puncak Jaya akan menjadi Daerah Operasi Militer ( DOM) di mana alat reaksioner negara ( TNI maupun Polri) akan melakukan operasi sapu bersih/sweeping di desa-desa, hutan dan bahkan gua. Pengumuman yang dikeluarkan ini sangat keras yang dilakukan oleh alat reakioner negara ( TNI dan Polri ) menyatakan bahwa setelah 28 Juni 2010, setiap orang yang masih berada di daerah tersebut akan tewas dalam sebuah “Kebijakan Bumi Hangus”. Alat reaksioner negara ( TNI dan Polri ) akan mengambil tindakan brutal. Mereka tidak akan memperhatikan Hak Asasi Manusia (HAM) dan akan membunuh tanpa pandang bulu. Sebagai bukti dari fakta ini, bahkan sebelum operasi ini dimulai, dua bulan sebelumnya, tepatnya pada hari Rabu 17 Maret 2010, Pdt. Kindeman Gire ditembak mati oleh TNI dari kesatuan 756 di Distrik Ilu. Kindeman adalah seorang Gembala Sidang Gereja GIDI Toragi Distrik Tingginambut. Korban atas nama Pdt. Kindeman Gire ditembak dengan senjata 2 kali, sejak tanggal ditembak itulah sampai hari ini belum ditemukan jasat korban. Kecurigaan besar keluarga korban adalah kemungkinan TNI memultilasi (memotong-motong) tubuh korban kemudian dimasukan kedalam karung lalu membuangnya di Sungai Tinggin atau di Sungai Yamo bahkan mungkin di sungai Guragi atau-kah mungkin mereka kuburkan . Selain itu Gereja GIDI di Yogorini, Pilia, Yarmukum telah terbakar habis oleh alat reaksiner negara ( TNI dan Polri ). Gereja GIDI di Yarmukum adalah sebuah gereja yang baru dibangun dengan kapasitas 500 tempat duduk, yang belum resmi dibuka.

Rabu, 11 Agustus 2010

sama dilaksanakan di Aceh.


8. Mengangkat bebrapa Putra terbaik menjadi menteri dalam kabinet SBY-BUDIONO tahun 2009-2014 mendatang


9. Melakukan dialog terbatas dengan mengundang kelompok TPN/OPM dan pentolan OPM yang berada di luar negeri di salah satu negara tetangga ASEAN.


Tujuannnya adalah guna terciptanya suasana berkedamaianan, berkeadilan, berkesejahteraan dan bermartabat merupakan suatu keharusan dilakukan oleh Pemerintahan Pusat yakni dalam penyusunan Kabinet SBY-BUDIONO mendatang. Serta memasuki tahapan pembangunan Papua Baru. Wujud Papua baru adalah dengan prorgram affirmatif selama ini tetap dipertahankan tapi dengan menigkatkan pelibatan kalangan lebih luas secara terarah dan terprogram. Untuk itu maka kedepan perlu mengakomodasi generasi muda Papua saat ini sebagai canel-canel baru demi terwujudnya stabilitas keamanan nasional secara menyeluruh di Papua dan Papua Barat sehingga tercipta suasana aman, nyaman, damai dan sejehtera.



Papua baru yang dimaksud adalah sebuah bangunan kebangsaan dan berkenegaraan yang sesuai dengan amanah dan cita-cita kita semua। Mengingat kemerdekaan adalah sebuah pilihan untuk membawa rakyat Papua keluar dari krisis kedamaian karena terbukti makin kehilangan arah dan tujuannya. Bahkan selama 10 tahun terakhir kelangsungan Otsus secara mencolok telah dimanfaatkan oleh segelintir elit penguasa daerah dengan mengorbankan hak-hak rakyat banyak. Estafet kepemimpinan Papua harus dihasilkan melalui kebijakan khusus dalam kurun waktu



lima tahun kedepan, karena generasi tua terbukti terjebak dalam distorsi dan problematika kehidupan berbangsa dan bernegara secara serius. Keberadaan kepemimpinan nasional Papua yang dihasilkan selama ini dirasakan belum memberikan perubahan secara substansial dan mendasar dikalangan rakyat Papua dewasa ini. Kebuntuan ini suka tidak suka peran dan eksistensi generasi muda Papua wajib tampil ke depan guna membela kepentingan rakyat Papua menyeluruh secara cerdas dan rovolusioner. Sebagai sebuah Propinsi yang luas dengan kekayaan alam yang besar maka Papua membutuhkan kepemimpinan baru dari generasi muda mendorong percepatan perubahan guna menyongsong peradaban baru. Agenda Papua tahun 2009-2014 ini dan kedepan harus dikritisi oleh berbagai kalangan. Otsus Papua yang menyita puluhan trilyun uang dinilai mubazir dan berpotensi gagal tanpa membawa kemajuan apa-apa selama 10 tahun (1999-2009) terakhir ini. Selebihnya Otsus Papua hanya menjadi sarana legitimasi bagi kepentingan status quo segelintir elit daerah.

Wallahu 'alam bishowab

Komentari • SukaTidak Suka
Natal kepada rakyat Papua. Kedua, komitmen politik anggaran, SBY memperbesar alokasi anggaran pembangunan dari tahun 2004 sampai 2008 sekitar 28 trilyun kepada Propinsi Papua dan Papua Barat. Ketiga, tatkala rakyat Papua mendesak mengembalikan Otsus Papua dan mengkritik Otsus tidak efektif. Presiden SBY mengeluarkan kebijakan khusus tentang Percepatan Pembangunan Propinsi Papua dan Papua Barat (new deal for Papua), Inpres No. 5 tahun 2007 dengan prioritas pada lima deal, yakni :



* (1), peningkatan ketahanan pangan,
* (2), pengentasan kemiskinan,
* (3), peningkatan penyelenggaraan pendidikan yang merata,
* (4), peningkatan pelayanan kesehatan,
* (5), peningkatan pembanguanan infrastructur dasar di wilayah-wilayah terpencil dan perbatasan.


Serta perlakuan khusus terhadap pengembangan SDM Papua (affirmatif action). Yakni pemberian peluang kepada rakyat Papua agar mendapatkan pendididikan secara luas dan berkarir dibirokrasi maupaun TNI dan POLRI. Kemudian tokoh-tokoh Papua diakomodasi didalam Kabinet, seperti Fredy Numberi (Menteri Kelautan RI). Mengangkat Duta Besar, seperti Michael Manufandu. Maka harapan kita tetap kepada SBY agar dapat melanjutkan politik akomodisi bagi orang Papua, dan melanjutkan new deal for papua.



Namun konflik dan anasir-anasir separaitisme belakangan ini tetap saja terjadi. Terutama hal itu terjadi sepanjang pelaksaan Pemilu legislatif dan Pemilu Presiden tahun 2009. Terlepas apakah pelaku terror dilakukan oleh rakyat Papua atau kelompok kriminal bersenjata dari pihak lain yang bermain disana. Namun kenyataannya bahwa program affirmatif action selama akhir pemerintahan SBY terutama menjelang Pemilu tahun 2009, Papua tetap bergejolak dengan tensi dan eskalasinya cukup tinggi. Maka dalam rangka usaha normalisasi keadaan dari konflik berketerusan serta mengeliminir potensi-potensi konflik dan issu-issu separatisme gerakan TPN/OPM di wilayah Papua dan Papua Barat. Maka pemerintahan SBY-BUDIONO yang terpilih secara jujur, adil, dan demokratis perlu mengambil langkah-langkah penting dalam penysusunan Kabinet 2009-2014 kedepan ini. Terutama hal ini terkait dengan usaha integrasi Papua kedalam NKRI secara menyeluruh adalah suatu upaya senantiasa. Untuk itu langkah-langkah kedepan yang harus dilakukan kabinet pemerintahan SBY-BUDIONO adalah mengakomodasi beberapa permasalahan mendasar yang nyata ada dalam era Otonomi Khusus Papua tapi tetap bergejolak dengan langkah-langkah sebagai berilkut :



1. Perlu adanya sebuah lembaga Kementerian Khusus Urusan Papua dan Papua Barat। Tujuannya adalah guna membantu pemerintah daerah Propinsi Papua dan Papua Barat sehingga membantu proses percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat dalam kerangka NKRI. Meningingat dana-dana Otsus yang cukup besar dikucurkan pemerintah Pusat selama Otsus Papua berjalan belum mencapai sasaran sampai ketingkat masyarakat bawah. Sehingga dengan adanya Lembaga Kementerian Urusan Khusus Papua dan Papua Barat dapat mengontrol, mengawasi dan membantu baik pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dalam mengarahkan dan kebijakan Otonomi Khusus benar-benar mencapai sasaran diseluruh kalangan pelosok Papua dan Papua Barat. Mengingat pemberian Otonomi Khusus sebelum ini tanpa persiapan dan mempersiapkan orang-orang Papua melaksanakan Otsus. Pada akhirnya banyak kalangan menilai bahwa Otsus telah gagal.


1. atau Membentuk Badan khusus urusan Papua dan Papua Barat dibawah pengawasan presiden langsung yang tujuannya sama yakni membantu dan mengawasi agar proses pelaksanaan Otsus sesuai target dan mencapai hasil sesuai UU Otsus Papua dan Papua Barat.


2. Mengangkat putra-putri terbaik Papua sebagai Duta Besar terutama di wilayah Fasifik yang sementara ini lebih dikuasai dan didominasi kelompok Pro Merdeka.


3. Mendorong Pemerintah daerah serta lebih banyak melibatkan kelompok masyakat diluar pemerintahan terutama LSM-LSM yang selama ini bersuar sumbang agar masuk dalam sturktur lembaga yang akan dibentuk oleh presiden yakni Kementerian Khusus Urusan Papua dan Papua Barat, Sebab selama ini komponent masyarakat mantan aktivis pro Merdeka banyak berdomisili di Ibukota negara dapat terakomodasi dibawah lembaga ini.


4. Melaksanakan Otonomi secara konsisten dengan terus memperhatikan proses penegakan hukum atas pelanggaran HAM di Papua.


5. Untuk itu UU Otsus BAB XII tentang Pasal 46 tentang perlunya pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi segera dilaksanakan bersama Majelis Rakyat Papua MRP, guna merehabilitasi korban-korban pelanggaran HAM selama ini.


6. Mendorong MRP agar segera membuat aturan-aturan teknis pelaksnaan Otsus maka Peraturana Asli Propinsi (PERDASI) dan Peraturan Asli Khusus Daerah (PERDASUS) Papua segera dibuat penyusunan aturannya.


7. Menarik seluruh aparat kemanan TNI/POLRI dari seluruh wilayah Papua Papua dan Papua Barat, agar impian Papua Zona Damai benar-benar terwujud sebagaimana hal
Dr. Phil Erari dan Dr. Benny Giay soal issu adanya gejala genosida. Mereka sering menyinggung bahwa ada upaya secara sistematis Indonesia berusaha melakukan proses genosida dan ecosida sekaligus yang sangat menyeramkan. Itu berarti pembunuhan etnis Papua sebagaimana dilakukan orang-orang bekas narapidana yang datang dari Inggris kini menguasai benua Australia. Suku Asli (Aborigin) kini hanya dijadikan sebagai museum hidup karena proses pemusnahan etnis Suku itu dilakukan orang-orang Anglo-Saxons. Gejala demikian banyak dikatakan para pemuka inteletual Papua sedang dipraktekken oleh kebijakan negara yang tidak seimbang dengan perjanjian Otsus yang ditetapkannya sendiri oleh pemerintah Indonesia. Upaya demikian bukan kebijakan negara namun aparat pelaksana kebijakan di lapangan yang sudah kehilangan akal untuk meredam dan mengatasi hasrat keinginan rakyat Papua mau merdeka bisa saja terjadi dan dibiarkan berlangsung upaya meredam habis rakyat Papua agar tidak lagi menuntut hak dan keadilan kedaulatannya. Jika demikian provokasinya para pemuka Papua selama ini, maka sudah barang tentu masalahnya bukan hanya menyakut harga diri bangsa Papua untuk mempertahankan hak kedaulatannya saja akan tetapi juga ada hal lain yang lebih hakiki dan mendasar yakni hak bereksistensi diri didunia habitatnya.



Harapan semua orang dengan Otsus Papua konflik bisa selesai, minimal menimalisir potensi-potensi konflik separatisme sebagaimana penyelesaian konflik sama di Nagri Aceh Darussalam (NAD). Demikian juga harapannya dengan Papua bahwa dengan Otsus, maka konflik separatisme bisa diselesaaikan maka banyak uang dikucurkan didaerah itu, ternyata meleset, malah sebaliknya, intentitas kegiatan separatisme cukup tinggi dirasakan sepanjang pelaksanaan Pemilu tahun 2009 ini. Semua aksi-aksi secara sporadis tapi terorganisir oleh TPN/OPM akhir-akhir ini menunjukkan separatisme disana tidak pernah bisa padam, sekalipun dengan banyak uang dialirkan oleh pusat kesana, terbukti Otsus Papua memang bukan solusi. Ada anggapan bahwa mentalitas orang Papua adalah mentalilitas konsumerisme yang berarti cukup diberi banyak uang agar diam dan kenyang. Untuk itu –dan wajar mengingat konrtibusi Papua cukup tinggi dalam membayar pajak negara, misalnya menyebut satu, PT Freeport saja –pemerintah pusat banyak mengucurkan uang dan menganggap itu sudah cukup. Tanpa memikirkan solusi lain dan tidak secara serius atau tidak ada kemauan baik mentuntaskan konflik Papua secara konprehenshif sekaligus. Sebagai akibatnya bisa di tebak bahwa dana trilyunan yang dikucurkan pemerintah pusat tidak menghalangi perjuangan Merdeka rakyat Papua untuk berdaulat penuh, malah anasir-nasir separatisme tetap muncul kembali.


3। Harapan


1. Sejak terpilih menjadi Presiden RI tahun 2004 silam, SBY datang ke Papua dalam program 100 hari dan melakukan hal-hal menadasar yang itu cukup memberi arti besar bagi kesejahteraan rakyat Papua dan Papua Barat. Adalah komitmen besar SBY terhadap penyelesaian kasus Papua. Pertama, Pengesahan Majelis Rakyat Papua (MRP) pada bulan Desember tahun 2004 dengan PP 54, yang selama tiga tahun terbengkalai, sebagai hadiah
Dari sinilah pada mulanya konflik berkepanjangan dan berketerusan sehingga melahirkan banyak korban di pihak rakyat Papua. Banyak pemuka Papua merasa, dan itu akhir-akhir ini, ada upaya lain Indonesia (mungkin lebih tepat mereka maksudkan Militer Indonesia) melakukan suatu tindakan pembiaran dan sengaja terjadinya proses genosida (punahisasi) etnis Papua baik itu terselubung melalui HIV/AIDS, alcohol, KB, transmigmigrasi maupun secara terencana melalui Otsus Papua banyak mendatangkan militer organik dan non organik ke wilayah Papua. Sehingga ada konfrontasi bersenjata antara rakyat yang mempersenjatai diri dengan senjata tradisional dengan senjata organic di pihak militer Indonesia.(Sendius Wonda, Tenggelamnya Ras Melanesia, Penerbit : Deiyei, Jogja, 2008).



2. Otsus Papua dan Permasalahannya



Otsus Papua dituangkan dalam UU No 21/2001, yang merupakan hasil proses pembahasan yang panjang di DPR, dan disepakati pemerintah. Namun sejumlah kalangan tidak percaya Otsus Papua dan itu terutama kalangan intelektual Papua yang berada di universitas. TPN/OPM di rimba raya Papua juga tak henti-hentinya terus berkonfrontasi dengan TNI/POLRI, dan para pejuang kemerdekaan Papua di pengasingan menggangap bahwa Otsus Papua bukan solusi. Jargon TPN/OPM di rimba raya Papua dan dipengansingan sudah jelas, bagi mereka, Papua Merdeka, harga mati! sebagaimana NKRI, harga mati! bagi TNI/POLRI. Pada selama ini kedua pihak seteru selalu mengganggu aktivitas pembangunan di Papua selam puluhan tahun belakangan ini terutama sejak tahun 1998 dan tahun 2001 desakan hasrat melepaskan diri sangat tinggi dirasakan hingga UU kebijakan Otonomi Khusus No. 21 tahun 1999 dan UU Perimbangan Keuangan No. 25 di kelurkan oleh Pemerintah Pusat. Namun ini bukannya menghentikan hasrat rakyat Papua menghentikan aktifitas gerilya untuk melepaskan diri, malah akhir-akhir ini eskalasinya cukup tinggi terutama menjelang Pemilu tahun 2009.



Dan harus diingat bahwa TPN/OPM di rimba raya tidak pernah dilibatkan dalam penerimaan Otsus Papua oleh pemerintah Pusat. Sebelum ini yang terlibat menerima Otsus Papua terlihat hanya Presedium Dewan Papua (PDP) dengan syarat, pelurusan sejarah dan tawaran dialog, yang kesemuanya itu tidak pernah ditaati pemerintah pusat. Karena itu wajar akibatnya sejumlah kalangan intelektual Papua yang berada di universiatas tidak percaya pada Otsus Papua. Mereka minta dialog antara Jakarta-Papua dan itu harus dimediasi oleh pihak lain sebagai penengah. Keinginan dialog secara gentelmant ini selalu ditolak Jakarta. Malah sebaliknya pemerintah Indonesia berkompromi dengan TPN/OPM buatan militer Indonesia yang berada di kota, walau harus diakui bahwa kelompok kompromistis, juga punya potensi menjadi TPN/OPM “benaran”, jika keinginan berkuasa tidak diperoleh apalagi tidak di jatah jabatan oleh pusat.



Sejak Otsus diterima dengan syarat oleh Presedium Dewan Papua (PDP), maka banyak orang menduga bahwa persoalan Papua akan selesai dan separatisme bisa diredam. Tapi orang lupa bahwa seni dan budaya adalah menyangkut hak bereksistensi yang terkait langsung dengan harkat dan martabat kemanusiaan manusia. Untuk itu dalam UU Otsus No. 21. Tahun 1999 point C disebutkan : “bahwa penduduk asli di Provinsi Papua adalah salah satu rumpun dari ras Melanesia yang merupakan bagian dari suku-suku bangsa di Indonesia, yang memiliki keragaman kebudayaan, sejarah, adat istiadat, dan bahasa sendiri”. Kemudian UU Otsus Bab II tentang lambang-lamabang dalam pasala 2 ayat 2 menyebutkan bahwa : “Provinsi Papua dapat memiliki lambang daerah sebagai panji kebesaran dan simbol kultural bagi kemegahan jati diri orang Papua dalam bentuk bendera daerah dan lagu daerah yang tidak diposisikan sebagai simbol kedaulatan”. Tapi itu dikhianati oleh pemerintah Pusat dan itu hanya bisa dimengerti oleh Presiden Gus-Dur yang tidak di pahami Presiden Megawati Soekarno Putri, apalagi lebih tidak dimengerti oleh aparat militer Indonesia di Papua. Dan memang ada sesuatu yang benar, jadi baik, dari Gus-Dur dianggap salah oleh Mega sehingga kelihatan kurang cerdas dan itu berlanjut masa pemerintahan SBY-JK terus dibiarkan, misalnya MRP di Pasung, simbol-simbol cultural yang di zaman Gus-Dur di bolehkan orang Papua memaikainya sekarang ini dianggap subversip sehingga ada pasal-pasal karet terorisme, yang siap membungkam atau dengan alasan teroris kapan saja aparat militer Indonesia menangkap, menyiksa, menembak dan bahkan boleh memukul orang Papua sampai mati di penjara. Demikian ketua PDP, Dortheys Hiyo Eluay, mengalami nasib buruk martir ditangan aparat militer Maribuana Angkatan Laut 10 Hamadi Jayapura Papua dan sopirnya sampai hari ini belum pernah diketahui ada dimana, hilang begitu saja tanpa jejak dan pesan kalau dimakamkan dimana dan oleh siapa kita semua tidak pernah tahu adalah warisan Presiden Megawati yang sangat buruk bagi orang Papua. Tapi hal demikian dibiarkan terjadi sepanjang pemerintahan SBY-JK. Dan itu banyak dialami mahasiswa dan tokoh-tokoh HAM Papua. Demikian ini terus menyisakan luka mendalam bagi beberapa kalangan rakyat Papua.



Kebijakan pemerintah Indonesia terhadap rakyat Papua selain Gus-Dur, semuanya terkesan punya orientasi mengekang kebebasan ekspresi seni dan budaya orang Papua. Itu sekedar menyebut beberapa contoh inkonsistensi pemerintah pusat selama Otsus Papua berjalan tidaka ada kemauan baik politik untuk secara konsisten Otsus bisa berjalan baik misalnya UU Otsus BAB XII tentang HAM Pasal 46 yang didalamnya mnyebutkan bahwa : “Dalam rangka pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa di Provinsi Papua dibentuk Komisi Kebenaran dan rekonsiliasi”. Yang tugasnya : (a). “ melakukan klarifikasi sejarah Papua untuk pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan (b). “merumuskan dan menetapkan langkah-langkah rekonsiliasi”. Tapi itu semua selama 10 tahun terkahir Otsus berlakukan di Tanah Papua sama sekali tidak pernha dijalankan.



Anehnyaakhir-akhir dan itu sejak awal Otsus berjalan mulai terasa ada gejala baru dan lain bersamaan kebijakan Otsus berjalan ini ada dugaan kuat yang sering dikemukakan kalangan intelektual independent Papua misalnya Pendeta Dr. Socrates Sofyan Nyoman,

A. Integrasi dan Akar Masalah

Propinsi Papua dan Papua Barat sejak diintegrasikan dengan Indonesia melalui PEPERA tahun 1962 dan resmi disahkan oleh PBB tahun 1979. Anggapan umum kebanyakan Rakyat Papua selama ini bahwa Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) adalah rekayasa Soekarno dan John F Kennedy. Sebab Presiden pertama RI itu pada masa perang dingin condong ke Blok Timur. Amerika khawatir pada sikap politik Soekarno, maka Amerika yang ingin mendapatkan dukungan dari negara-negara Asia umumnya dan Asia Tenggara pada khususnya, maka tawarannya Papua dikorbankan kemudian “dititipkan” dulu untuk di kontrol oleh Soekarno dengan syarat sewaktu-waktu Papua menentukan nasibnya sendiri kelak dikemudian hari. Namun proses waktu dan pergantian Presiden RI dari Soekarno kepada Soeharto persoalan Papua menjadi kabur, di tambah lagi dengan adanya kontrak karya PT Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc, yang sudah lebih dulu masuk, persetujuan izin penambangan sudah lebih dulu ditandatangani pada tahun 1967, sebelum status Papua resmi ditetapkan di dewan PBB tahun 1979 bergabung dengan Indonesia. Kemudian Rakyat Papua selama 45 tahun integrasi (bagi rakyat Papua, aneksasi) dibungkam habis. Tidak boleh ada yang bicara lain selain persoalan Papua dianggap selesai final bagian tak terpisahkan dari Indonesia.



Namun pasca kejatuhan Presiden Soeharto pada bulan Mei 1998 dan bergulirnya era reformasi, seiring adanya jaminan kebebasan berbicara, rakyat Papua yang dibungkam lama mulai buka mulut dan berbicara menuntut memisahkan diri dari Indonesia. Diawali dengan dialog 100 tokoh Papua dengan Presiden BJ. Habibi pada tanggl 26 Februari 1999 di Istana Negara Jakarta dan puncaknya Kongres Papua ke II, yang didanai 1 Milyar oleh Presiden Gus-Dur. Kongres diadakan di Jayapura, tgl. 29 Mei s/d 4 Juni 2000, dan dihadiri ribuan orang diantaranya 501 peserta yang mempunyai hak suara. Kongres meminta perhatian atas empat kenyataan de facto: pertama, bahwa pada tahun 1961 Bangsa Papua sudah diberikan kedaulatan; kedua, bahwa Bangsa Papua tidak terwakili sewaktu New York Agreement ditetapkan pada tahun 1962; ketiga, bahwa Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) tahun 1969 bercacat hukum dan dilaksanakan disertai intimidasi dan penindasan; keempat, bahwa ada sejarah pelanggaran HAM selama 38 tahun terakhir ini yang tidak pernah ditangani secara hukum. Karena itu solusi penyelesaian kasus Papua belum pernah sanggup ditemukan titik temunya oleh kedua bela pihak berkonflik.

Sabtu, 07 Agustus 2010

Pendakian berawal dari kawasan yang dinamakan Zebra Wall. Dinamakan demikian karena di sini terdapat sebuah giant wall yang bermotif seperti kuda zebra. Lokasi inilah yang kerap digunakan oleh para pendaki untuk bermalam sebelum melanjutkan pendakiannya.

Tanjakan "Aduh Mama"

Esok harinya, perjalanan dilanjutkan menuju sebuah tempat yang dinamai Lembah Danau-Danau. Peralatan pribadi dan logistik yang diperkirakan cukup untuk menempuh perjalanan hingga ke Danau-Danau sudah kami panggul. Perjalanan ini membawa setiap pendaki ke kawasan yang disebut "Pintu Angin", berupa lorong panjang yang kerap menjadi celah berhembusnya angin.

Akan tetapi, bagian terberat dari perjalanan hari ini adalah sebuah tanjakan yang dinamakan "Aduh Mama". Namanya memang pas untuk menjelaskan tanjakan ini. Selain sangat curam dan sempit, melintasi tanjakan ini sangat menguras energi. Pokoknya, siapa saja yang melaluinya, pasti dan mengaduh memanggil-manggil mama-nya.

Lembah Danau-Danau yang Menawan

Lepas dari tanjakan yang melelahkan setelah sekitar 2 jam berjalan, sebuah lembah cantik terhampar luas di depan mata. Diapit oleh dua pcgunungan, yakni Puncak Sumantri dan Puncak Jaya, yang menjulang tinggi. Lembah yang berada di ketinggian 4.200 meter dari muka laut ini dihiasi dua danau mungil dengan warnanya yang berbeda pula yakni, hijau dan biru. Di sinilah biasanya para pendaki beristirahat sambil menikmati suasana alam yang menawan sebelum mencapai base camp yang telah ditentukan.

Letak Lembah Danau-Danau memang strategis. Dari sini, pendaki bisa dengan mudah ke puncak-puncak gunung di Papua yang akan didaki. Tak hanya itu, panorama alamnya yang cantik dan khas akan membuat siapapun enggan untuk segera meninggalkan tempat ini. Selain digunakan sebagai base camp, di sinilah para pendaki menjalani aklimatisasi atau penyesuaian iklim terakhir selama beberapa hari.

Pada hari yang telah ditentukan, pendakian ke Puncak Jaya dimulai. Climbing leader menetapkan waktu selama dua hari untuk menempuh pendakian ini. Menjelang sore, kami sampai di tujuan, sebuah cerukan gunung. Inilah yang kemudian menjadi shelter sementara sebelum ke Puncak Jaya. Salju yang turun sangat deras membuat suhu ikut drop, mencapai sekitar minus 2 sampai 5 derajat.

Keesokan paginya, kami berangkat ke Puncak Jaya. Setelah berjuang melintasi medan salju dan udara yang sangat dingin, puncak impian itu pun berhasil dicapai menjelang siang. Kegembiraan dan perasaan haru pun langsung menyelimuti suasana di dataran yang berupa padang es ini. Namun, kegembiraan ini harus segera berlalu karena climbing leader memutuskan untuk segera turun kembali.

Perjalanan turun ternyata tak semudah yang dikira. Sarung tangan dan kaos kaki yang basah, tiga kali jatuh terduduk menjadi "neraka" tersendiri. Untuk menghindari longsoran batu, kami pun memilih bergrak dengan cara merosot. Meski melelahkan, perjalanan selama 9 jam ini menjadi catatan tersendiri yakni, kami mampu "mengalahkan" diri sendiri.

Daratan Tertinggi di Nusantara

Selain Puncak Jaya. Papua juga memiliki Puncak Cartenz Pyramid. Puncak setinggi 4.884 meter ini banyak diincar pendaki lokal dan mancanegara karena dipercaya sebagai daratan tertinggi Indonesia dan bahkan di benua Asia-Australia.

Menggapai puncak Cartenz tentu saja bukanlah hal yang mudah. Medannya jauh lebih ekstrim dibanding medan di Puncak Jaya dan dibutuhkan skill serta teknik pendakian yang tinggi untuk mendakinya. Belum lagi badai salju, kabut serta angin kencang selalu mengintai para pendaki. Oleh karena itulah, tidak semua dari kami ikut serta saat mendaki ke puncak ini.

Tak terasa, pendakian di Pegunungan Papua ini harus berakhir. Puncak Jaya dan Cartenz yang melegenda itu telah berhasil digapai. Bagi saya, ini mungkin pendakian yang sangat berat, tapi bukanlah yang terakhir.

Penulis : Indah Permaihati
Sumber : Majalah Tamasya

Peta Lokasi :

Map data ©2010 Tele Atlas - Terms of Use
Map
Satellite
Hybrid
Comments
Search RSS

laqus   |2008-12-23 18:02:24
minta tlong kasih tau cara untuk mendapat izin ke cartenz dong...! bls ke email saya dong...!
Only registered users can write comments!

3.26 Copyright (C) 2008 Compojoom.com / Copyright (C) 2007 Alain Georgette / Copyright (C) 2006 Frantisek Hliva. All rights reserved."

 
< Sebelumnya   Berikutnya >
Artikel Liburan Terbaru
Loading
  • Pause
  • Previous
  • Next
1/5
Sego Boranan Ciri Khas Lamongan BaronanSelain soto ayam dan tahu campur, makanan Lamongan yang terkenal adalah sego boranan. Penyajiannya mirip nasi sambal di Surabaya. Namun, wadah dan bahan sambalnya yang membuat makanan ini khas dan sulit ditemukan di tempat lain. Memasuki gerbang lengkung Kota Lamongan, tertulis slogan Lamongan Kota Soto. Soto ayam merupakan masakan khas daerah yang terletak di pantai utara Jawa Timur ini. Namun, jika menjelajahi kota tersebut, ragam makanan lainnya bakal Anda temukan.